Sabtu, 30 April 2011

Ketika Bisnis Perlu Restart


Bisnis  tidak selalu berjalan sesuai rencana. Adakalanya dalam perjalanan hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Terlebih bagi pelaku Usaha Kecil dan Menengah, masa-masa awal merintis usaha adalah masa krisis, dimana kondisi bisnis masih jauh dari stabil. Seorang ahli kewirausahaan, Michael E. Gerber bahkan pernah mengungkapkan, bahwa 40% UKM tutup di tahun pertama, dan dari sisa nya yang dapat bertahan, 80% gugur sebelum ulang tahun yang ke-lima.
Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada cara lain untuk menghindari usaha yang “gulung tikar”. Bisakah dilakukan upaya untuk membuat usaha bergerak kembali?
Meski tidak mudah, namun kita perlu mempelajari setiap cara untuk membuat usaha yang mengalami stagnasi dapat berjalan kembali. Ibarat sebuah komputer, maka ketika performance komputer sudah mulai lambat, atau bahkan sampai mengalami ‘hang’, maka perlu dipikirkan cara untuk me-restart bisnis yang stagnan tadi.

Mengenali Gejala Stagnasi

Sebelum me-restart bisnis, tentu nya kita harus yakin betul bahwa usaha yang kita kelola sudah dalam keadaan bahaya dan perlu di-restart.
Tanda bahaya yang pertama bisa dilihat dari arus kas perusahaan. Sebuah usaha yang sehat akan menghasilkan arus kas positif bagi usaha. Artinya, antara kas masuk yang diterima, lebih besar dibandingkan kas yang harus dikeluarkan. Secara kasat mata, semakin besar dan semakin cepat kas keluar dan masuk, semakin sehat usaha tadi.
Indikasi stagnasi yang kedua adalah penurunan produktifitas karyawan. Ketika sebuah usaha memiliki karyawan yang tidak lagi produktif, maka Anda juga harus waspada. Bisa jadi saat ini arus kas masih baik. Namun banyaknya karyawan yang tidak lagi menghasilkan output sesuai kapasitasnya, mengindikasikan persoalan besar sedang terjadi, dan mungkin belum diketahui penyebabnya.
Indikasi yang ketiga adalah penurunan penjualan produk atau kegagalan program pemasaran. Ini adalah nyawa usaha sesungguhnya. Ujung dari upaya kita adalah penjualan yang akan mendatangkan kas bagi usaha. Tanpa terjadi penjualan, maka tidak ada lagi usaha. Maka ketika ada penurunan penjualan produk, itu adalah early warning yang harus ditanggapi secepatnya sebelum terlambat.
Gejala-gejala tadi dapat muncul sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang disebutkan di atas dapat pula bersumber dari satu atau banyak penyebab. Untuk itu kita perlu memiliki cara sistematis untuk menemukan penyebab dan akar penyebab.

Menemukan Penyebab

Pendekatan yang digunakan untuk menemukan penyebab munculnya gejala stagnasi usaha dapat dimulai dari faktor luar yang mempengaruhi usaha, hingga ke faktor-faktor internal usaha.
Yang pertama harus dilakukan adalah analisa apakah pasar dan kondisi eksternal masih kondusif bagi usaha. Apakah ada perkembangan baru yang menyebabkan perubahan permintaan sehingga berpotensi mengurangi penjualan? Apakah ada regulasi baru yang dapat mempengaruhi penjualan? Apakah ada kompetitor baru? Apakah ada produk alternative baru? Dan seterusnya. Misalnya, Anda tidak dapat ngotot menjual minyak tanah pada saat pemerintah melakukan program konversi minyak tanah ke gas. Sekalipun minyak tanah menjadi langka, namun regulasi tidak mendukung.
Kemudian lakukan analisa terhadap operasi usaha. Bagaimana kinerja penjualan?, bagaimana beban biaya operasional? Apakah ada kecenderungan naik atau turun? Lakukan juga analisa apakah ada keterkaitan antara faktor eksternal dengan kinerja usaha. Misalnya, penjualan menurun sejak kemunculan kompetitor tertentu, atau munculnya produk pengganti tertentu.
Ketiga, lakukan evaluasi terhadap produktifitas tim. Bagaimana disiplin tim? Apakah semangat tim masih ada? Apakah kerjasama dan kekompakan masih ada? Apakah keseimbangan beban kerja masih memadai? Bagaimana kepuasan kerja mereka? Apakah ada tuntutan fasilitas, remunerasi yang belum terpenuhi? Apakah pembagian kerja dilaksanakan dengan baik? Tim adalah eksekutor rencana usaha kita, sehingga harus dipastikan mereka ikut memahami tujuan perusahaan dan memastikan semua berkontribusi terhadap pencapaian tujuan.
Terakhir, dan bisa jadi merupakan penyebab dari segala penyebab: lakukan review atas visi dan tujuan owner usaha. Adakah owner masih memiliki hasrat dan impian untuk mewujudkan cita-cita usaha nya. Adakalanya usaha mengalami stagnasi, karena owner nya sudah kehilangan gairah dan melupakan impian semula.

Tindakan dan Evaluasi

Berdasarkan penyebab yang sudah teridentifikasi, maka selanjutnya harus dirumuskan rencana tindakan dan bagaiman melakukan evaluasi.
Rencana tindakan ini harus dapat dilaksanakan dan dapat diukur. Tidak lagi hal-hal yang sifatnya normative. Misalnya kalau Anda ingin memiliki tubuh yang bugar dan sehat, maka rencana tindakan bukan lagi istilah yang hanya enak didengar seperti “menurunkan berat badan”. Tapi sesuatu yang nyata seperti “lari 30 menit sehari, 3 kali seminggu”.
Misalnya Anda pemilik konveksi dan salah satu penyebab stagnasi yang teridentifikasi adalah ‘karyawan hanya mampu menghasilkan 6 – 7 potong pakaian per hari dari target 10 pakaian.” Maka rencana tindakan bisa “memberikan insentif tambahan Rp.20 ribu per hari untuk karyawan yang mencapai target harian”, misalnya. Tetapkan juga target hasil nya, dan kapan akan dilaksanakan.
Yang tidak kalah penting adalah, Anda harus terus menerus melakukan pengujian dan pengukuran. Misalnya dari contoh di atas, kita harus selalu kritis, apakah insentif berhasil mengatasi masalah? Maka lakukanlah pengukuran. Bagaimana produktifitas sebelum dan sesudah tindakan dilaksanakan. Apabila tidak mengalami perubahan, maka bisa jadi penyebab berasal dari faktor lain, dan harus dilakukan tindakan lain. Lakukan evaluasi berkala untuk memperbaiki kembali rencana tindakan, hingga hasil yang diharapkan bisa tercapai.
Demikian tahapan melakukan “restart” usaha yang mengalami stagnasi. Kondisi stagnasi bukanlah kiamat, justru adalah tantangan seorang wirausaha untuk dapat berkelit dan melaluinya. Semoga dapat menginspirasi. (FR).

sumber : http://fauzirachmanto.com

Tidak ada komentar: